A. Kerukunan
Antar Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan
merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan.
Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan
hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar
dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan
tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang
kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat
memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.
Mungkin
faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan
tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam
tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga
filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari
agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita
masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja
yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha
memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak
antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan
arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan
apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas
kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling
pengertian.
Di masa
lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap agama
selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap
berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap
keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
B.
Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr.
Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini,
khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat
dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya
menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama
merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang
lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang
berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing
agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain
bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah
perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka
akan timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor
Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia,
jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja
sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun
hampir memetik buahnya.
Namun
tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan
mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti
yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat
political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan
lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan
diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur
dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik
juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan
Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan
akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni
pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana
sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama
yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia
harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut
perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan
semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam
agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada
banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama
lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif
seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama
gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan
mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini,
hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau
keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte
dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Dari uraian
diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari
permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.
C. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah
perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir
keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah
dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang
berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional”
dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya,
sehingga memunculkan apa yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history).
Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah sosial” (social
history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political history).
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para
penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi
berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya
mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara
para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa
dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan terus
meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi
teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang
perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama
yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat
beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan
dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang
dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang
secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu,
juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar
perjumpaan di antara agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik,
bersifat damai. Dalam waktu-waktu tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan
politik dan sosial yang cepat, yang memunculkan krisis pertikaian dan konflik
sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak
mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature
utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari
pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang
secara longgar dapat disebut sebagai “non-agama.”
Bahkan
terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan
melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di
Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan
secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi
penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara
damai.
2. Bersikap Optimis
Walaupun
berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling
pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu
bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme
dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal
yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama,
pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di
dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN
dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga
telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur
jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan
paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga
bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di
Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme
agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para
pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru dalam melihat
hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara
reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan
memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa
ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin
agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya.
Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan menambah
kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan
serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga,
masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi.
Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh
pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa
masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah
politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan
penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama,
dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak
memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk
mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga
hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya,
maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat
berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih
sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
D. Agama
Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
1. Makna agama Islam
Kata islam
berarti damai, selamat, sejahtera,penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian
tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran yang
menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan kehidupan ummat manusia
pada sebagai penerima amanah allah yang dapat menjalagkan amanah tersebut
secara benar dan kaffah.
Agama islam
adalah agama yang allah turunkan sejak manusia pertama, nabi pertama yaitu nabi
adam as. Agama islam itu kemudian allah turunkan secara berkisenambungan pada
para nabi dan rasul rasulnya. Aknir proses penurunan agama islam itu baru
menjadi pada masa kerasulan nabi Muhammad pada awal abad ke-v11 masehi. Islam
sbagai nama agama yang allah turunkan belum dinyatakan secara eksplisit pada
masa kerasulan sebelum nabi Muhammad saw. Tetapi makna yang substansi ajaranya
secara implicit memiliki persamaan yang dapat dipahami yang dapat dipahami dari
penyataan sikap para rasul. Sebagaimana firman allah dalam surah al- baqarah
ayat 132 yang artinya:
"hai
anak anakku (kata Ibrahim )sesungguhnya allah telah memilih agama ini bagimu
maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam." (Q S
al-baqarah 132)
Ajaran agama
islam memiliki karakteristik sbb:
1. sesuai dengan fitrah manusia
2. ajarannya sempurna
3. kebenarannya mutlak
4. mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
5. fleksibel dan ringan
6. berlaku scara universal
7. sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya
8. inti ajarannya adalah tauhid
9. menciptakan rahmat, kasih syang Allah terhadap mahluknya
1. sesuai dengan fitrah manusia
2. ajarannya sempurna
3. kebenarannya mutlak
4. mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
5. fleksibel dan ringan
6. berlaku scara universal
7. sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya
8. inti ajarannya adalah tauhid
9. menciptakan rahmat, kasih syang Allah terhadap mahluknya
2. makna ukhuwah insyaniah
Fungsi
sebagai rahmat llah telah dijelaskan dalam al-quran surah al anbiya ‘ ayat 107
yang artinya:
‘’dan
tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam’’(QS al- anbiya ‘ayat 107)"
Bentuk-bentuk
kerahmatan Allah pada ajaran islam sbb:
1. Islam
memberikan kebebasan pada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan
Allah
2. Islam
menghargai dan menghormati manusiasebagai hamba allah, baik mereka muslim
maupun non muslim
3. Islam
mengatur pemamfaatan alam secara baik dan professional
4. Islam
menghormati kondisi spesifk indifidu manusia dan memberikan pelakuan yang
spesifik pula.
E. Ukhuwah
Islamiyah Dan Ukhuwah Insaniyah
1. makna ukhuwah islamiyah
kata ukhuwah
berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati daan empati antara dua orang
atau lebih. Persaudaraan sesame muslim berarti saling menghargai dan saling
menghormati relativitas masing masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti
perbedaan pemikiran, sehingga tidak menjadi penghalang untuk saling membantu
atau menolong karena diantara mereka terkait oleh satu keyakinan dan dan jalan
hidup, yaitu islam.sebagaimana disebutkan dalam al quran surat alhujarat ayat
10: yang artinya:
‘’sesungguhnya
orang orang mukmin adalah bersaudara, karna itu damaikanlah antara kedua”
2. makna ukhuwah insaniyah
konsep
sesama persaudaran manusia (ukhuwah insaniyah) di landasi ajaran bahwa semua
ummat manusia adalah makhluk Allah. Sebagaimana Allah menjelaskan dalam
al-quran surah al-maidah ayat 48.
Dalam
praktek keterangan yang sering timbul antar ummat beragama dengan pemerintahan
disebabkan oleh:
1. Sifat dari masing masing agama yang mengandung tugas dakwa atau misi
2. Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan agamanya atau sendiri atau agama pihak lain
3. Para pemwluk agamma tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang renda agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam dalam kehidupan masayarakat
5. Kecurigaan masing masing akan kejujuran pihak lain, baik intern ummat, beragama maupun antara ummat beragama dengan pemerintah
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat
1. Sifat dari masing masing agama yang mengandung tugas dakwa atau misi
2. Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan agamanya atau sendiri atau agama pihak lain
3. Para pemwluk agamma tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang renda agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam dalam kehidupan masayarakat
5. Kecurigaan masing masing akan kejujuran pihak lain, baik intern ummat, beragama maupun antara ummat beragama dengan pemerintah
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat
Dalam pembinaan ummat beragama, para pemimpin dan tokoh dalam mempunyai peranan yang besar, yaitu:
1. Menerjemahkan nilai nilai dan norma norma agama dalam masyarakat
2. Menerjemahkan gagasan pembangunan kedalam bahasa yang di mengerti masyarakat
3. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide ide dan cara cara yang di lakukan untuk tugasnyanya pembangunan
4. Mendorong pembangunan dan membimbing masyarakat dan ummat beragama untuk serta dalam usaha
F. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
1. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam
Dari segi
kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya di sebut
kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau
menerima atau menolak menaati aturan allah yang diwujudkan kepada manusia
melalui ajaran islam.
Ketika
rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab, sebagian
dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi menolak
orang yang menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir. Mereka
terdiri dari orang orang musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani,
dan orang orang ahli kitab baik orang yahudi maupun orang nasrani.
2. Tanggung jawab sosial ummat Islam
Ummat islam
adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan ini. Bentuk
tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan , di
antaranya adalah:
1. Menjalin
silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah menjadikan sebuah
kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan
2.
Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm bentuk
zakat maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
3. Menjenguk
bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada anggota masyarakat
yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di kuburnya.
4. Memberi
bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
5. Penyusunan
system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik mental
spiritual maupun fisik materialnya.
3. amar ma’ruf dan nahi munkar
Amar ma’ruf
dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk berbuat baik dan mencegah
perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung, amar ma’ruf dan nahi
munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak. Karna itu rasulullah
memberikan tiga tingkatan yaitu:
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.
Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi sosial